Rabu, 26 Agustus 2015

TARI NDOLALAK



Tari Dolalak
 
BAGI masyarakat Purworejo, Jawa Tengah, menari secara bersama-sama meski hanya mengandalkan instrumen musik bernada do-la-la merupakan ekspresi tersendiri. Sebuah ekspresi warisan leluhur dalam memaknai kehidupan bersosial. Itulah mengapa mereka menyebut tarian tradisi itu dengan sebutan Dolalak.
Pada zaman Hindia Belanda, Purworejo terkenal sebagai wilayah tempat melatih tentara. Sebagaimana tentara pada zamannya, mereka berasal dari berbagai daerah, tidak hanya Purworejo saja dan dilatih oleh militer Belanda. Selama menjalani latihan militer itu, mereka pun hidup di barak, atau yang biasa disebut tangsi.
Para tentara Jawa yang menjalani latihan militer ini, menari dan menyanyi di malam hari. Tujuannya tak lain membuang kebosanan selama hidup di tangsi. Ada pula yang pencak silat dan dansa meniru para meneer Belanda. Gerakan-gerakan itu lah yang membuat tiga dari ratusan serdadu tersebut terinspirasi untuk mengirinya dengan bunyi-bunyian. Kebetulan, ketiganya yang berasal dari Dukuh Sejiwan Desa Trirejo Kecamatan Loano itu cukup mahir memainkan kemprang atau rebana.
Ketiganya, yaitu Rejo Taruno, Duliyat, dan Ronodimejo lalu membuat kelompok kesenian. Para tentara menari, sedang ketiganya mengiringi tarian itu dengan instrumen-instrumen musik seadanya. Hingga akhirnya terreduksi menjadi sebuah pertunjukan. Awalnya hanya suara-suara mulut (nyanyian) yang digunakan untuk mengiringinya. Hingga setelah digemari masyarakat, instrumen musik dimasukkan meski tetap menggunakan nada dasar do-la-la. Itu pula yang membaptis tarian itu dengan nama Dolalak.
Dolalak biasanya disajikan semalam suntuk yaitu antara 4 hingga 6 jam dengan jumlah penari yang banyak (tari kelompok) dan pada puncak pertunjukan salah satu penarinya akan trance (mendem) yaitu adegan dimana penari akan melakukan gerak-gerak di luar kesadarannya. Sajian Dolalak membutuhkan tempat yang luas karena berupa tari kelompok. Sajian Dolalak menampilkan beberapa jenis tarian yang tiap jenis dibedakan dengan perbedaan syair lagu yang dinyanyikan dengan jumlah 20 sampai 60 lagu dan tiap pergantian lagu berhenti sesaat sehingga ada jeda tiap ragam geraknya.
Berdasarkan sejarah itu, Tari Dolalak jelas dilakukan oleh para lelaki berseragam hitam dan bercelana pendek. Seragam yang meniru uniform tentara Belanda pada zaman dahulu. Baju lengan panjang dan celana tanggung dengan warna gelap/hitam, pangkat atau rumbai di bahu dan dada, topi pet dan kaca mata hitam. Sampur dipergunakan sebagai pelengkap busana, yang merupakan kebiasaaan orang Jawa dalam melakukan kegiatan menari yang selalu menggunakan sampur/selendang.
Seiring waktu, muncullah generasi-generasi penari putri dengan disertai modifikasi-modifikasi seragam. Dan sekarang, keberadaan penari putra amat jarang, salah satu grup penari yang masih memiliki penari putra adalah grup tari Dolalak dari Kaligesing.
Trance
Penari-penari Dolalak bisa mengalami trance, yaitu suatu kondisi mereka tidak sadar karena sudah begitu larut dalam tarian dan musik. Tingkah mereka bisa aneh-aneh dan lucu.
Dalam seni pentas tari dolalak biasanya di lakukan pada acara-acara besar seperti saat nikah sunatan dan acara besar lainnya saat pentas tari dolalak biasanya di pentaskan semalam suntuk dari jam 4 sore sampai jam 6 pagi jeda istirahat biasanya di lakukan pada saat waktu sholat tiba.
Penari yang mengalami trance (kesurupan) menjadi keunikan tersendiri dari tarian ini. Jika penari Dolalak sudah mengalami trance, maka gerak-geriknya menjadi bebas di luar kesadaran penari itu sendiri. Bahkan di sela-sela ia menari, penari yang trance sering meminta macam-macam. Kadang ada yang reques lagu, meminta bunga, air kelapa hingga makan beling. Saat penari mengalami trance yang ditandai dengan mengenakannya kaca mata hitam, penari akan mampu menari berjam-jam tanpa henti. Selain itu gerak tariannya pun berubah menjadi lebih energik dan mempesona. Kesadaran penari akan pulih kembali setelah sang dukun “ mencabut “ roh dari tubuh sang penari.
Namun perkembangan jaman semakin pesat, seni tari dan seni musik semakin maju hingga akhirnya tarian yang menjadi idola di Kabupaten Purworejo ini kian ditinggalkan. Sudah sangat jarang ditemui di samping karena penerusnya yang minim. Dolalak pun terbelalak, kalah tenar dengan musik dangdut koplo yang saat ini sedang booming. (*)

1 komentar: